ARTICLE AD BOX
Orang terpelajar mesti menggunakan kekayaan dan hidupnya untuk kepentingan orang lain. Biarlah pengeluaran itu untuk tujuan yang baik, sebab keduanya tidak abadi.
APA yang hendak dipesankan pernyataan teks di atas? Mengapa kekayaan yang susah dicari kemudian digunakan untuk kepentingan orang lain? Bukankah ini menjadikan orang sebagai peminta-minta, kita yang kerja keras supaya kaya, kemudian dimanfaatkan oleh mereka. Bukankah ini tidak benar, sebab menurut hukum karmaphala, orang hanya boleh menikmati sesuatu oleh karena hasil keringatnya sendiri. Jika kita yang menyuplai kebutuhan mereka, lalu bagaimana mereka mempertanggung-jawabkan itu? Orang mestinya bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan dirinya sendiri. Hukum ini menekankan kemandirian, semesta mendesain agar orang tidak menggantungkan dirinya pada orang lain. Jika demikian, apa makna teks di atas kemudian?
Penekanannya terletak pada pernyataan akhir: ‘tidak abadi’. Baik kekayaan maupun hidup itu tidak abadi. Tubuh dan kekayaan materi sifatnya datang dan pergi, tidak kekal. Oleh karena itu, tidak penting kekayaan itu disimpan sendiri. Jadi, ‘memberi untuk orang lain’ tidak dalam rangka semata-mata untuk kebutuhan yang orang diberi, melainkan untuk kebutuhan si pemberi itu sendiri. Dengan memberi, dia akan lebih menyadari bahwa kekayaan itu hanya alat bantu dalam hidup yang bersifat sementara. ‘Kemampuan untuk memberi’ inilah yang hendak ditumbuhkan kepada orang agar spiritualnya berkembang dengan baik. Sehingga dapat dikatakan, ‘memberi kepada orang lain’ merupakan kebutuhan dari si pemberi.
Oleh karena memberi adalah pekerjaan mulia, maka dampak dari pemberian tersebut menjadi lebih ditonjolkan. Tanpa kita sadari, ego kita pun dirangsang agar merasa telah bermoral, baik hati, penuh perhatian, dermawan, dan berbagai sandangan moral lainnya. Seperti apa ego yang di feeding dari teks di atas? Penjelasan dan interpretasinya bisa seperti ini: “Seseorang yang memiliki pengetahuan, pendidikan, dan kekayaan seharusnya bertanggung jawab untuk menggunakannya demi kebaikan masyarakat, bukan hanya untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Orang yang terpelajar dan memiliki akses terhadap sumber daya (seperti kekayaan, ilmu pengetahuan, atau keterampilan) diharapkan untuk menggunakan kemampuan tersebut untuk membantu orang lain. Hal ini termasuk berkontribusi dalam memperbaiki kualitas hidup orang yang kurang beruntung, membantu masyarakat yang membutuhkan, serta memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar.
Hidup bukan hanya untuk mengejar kepentingan pribadi, tetapi untuk memberikan manfaat kepada orang lain. Orang terpelajar seharusnya sadar akan peran mereka dalam menciptakan perubahan yang baik di masyarakat, baik melalui pekerjaan, pendidikan, atau tindakan sosial. Pernyataan ini juga mengingatkan bahwa kekayaan dan keberhasilan yang diraih seseorang seharusnya tidak hanya dinikmati sendiri, tetapi juga dibagikan untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain. Hal ini bisa berupa sumbangan materi, waktu, atau keahlian untuk memajukan masyarakat atau menyelesaikan masalah sosial. Jadi, pernyataan ini menekankan pentingnya kontribusi orang terpelajar terhadap pembangunan sosial dan kesejahteraan bersama. Sebagai individu yang memiliki pengetahuan dan kemampuan lebih, mereka diharapkan untuk memberi dampak positif kepada orang lain dan berperan dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.”
Jebakannya kira-kira seperti itu. Ketika kita membaca teks di atas, pesan nilai yang diharapkan adalah ‘kita adalah orang baik dan terpelajar’. Mengapa terpelajar? Karena telah menggunakan kekayaan untuk kepentingan orang lain. Ego kita sangat rapi untuk mengakui dan mengidentifikasi sandangan seperti ‘kebaikan’ dan ‘kecerdasan’ sebagai dirinya. Jika ditanya, siapa yang baik dan cerdas? Sang ego menjawab ‘saya’. Teks di atas sepertinya tidak berupaya untuk memupuk ego, sebaliknya, agar ego kehilangan identitasnya dan membiarkan Sang Sejati menjadi identitas. Makanya, teks di atas hati-hati menyebut ‘jika orangnya terpelajar’, maka kekayaannya akan digunakan untuk kepentingan lain. Tentu akan sangat berbeda jika kita terinspirasi menggunakan kekayaan sendiri untuk kepentingan orang lain, kemudian mengidentifikasi diri sebagai orang terpelajar. Ego kita sungguh licin dan rapi dalam menjalankan modusnya. 7